Melangsungkan pernikahan tak akan pernah lepas dari kekhasan dan pengaruh budaya yang dianut sebuah masyarakat. Tak terkecuali juga pada Suku Sasak.
Untuk meminang wanita dari Suku Sasak, sang pria harus membawa lari dan menyembunyikan dulu calon istri mereka sebelum disahkan dalam ikatan perkawinan.
Salah satu warga Suku Sasak dari Desa Sade, Dimin, mengatakan tradisi 'kawin lari' ini sudah berlangsung sejak lama. Sang pria, Dimin mengatakan, harus melarikan gadis yang akan dinikahi tanpa sepengetahuan keluarga calon mempelai wanita.
Akan tetapi, saat melarikan calon istrinya, sang pria tetap harus ditemani dengan kerabat atau teman sebagai saksi.Saat disembunyikan, sang gadis juga tidak boleh disembunyikan langsung di rumah pria yang akan menikahinya.
Akan tetapi, calon mempelai wanita tersebut harus 'dititipkan' di rumah kerabat dari sang pria. Dimin mengatakan, sang gadis akan disembunyikan setidaknya satu atau dua malam.
Setelah itu, utusan dari keluarga laki-laki akan mendatangi kediaman si calon mempelai wanita. Mereka akan memberitahu keluarga sang wanita untuk menyatakan lamaran dari sang pria.
"Kalau kita minta langsung kepada keluarga si perempuan (tanpa membawa lari terlebih dahulu) justru dianggap tidak etis, melanggar adat," terang Dimin saat ditemui di Desa Sade, Lombok, belum lama ini.
Dimin mengatakan pria yang melamar langsung ke keluarga sang wanita sebelum dinikahi akan dikenai denda sebesar Rp 150 ribu. Denda tersebut, menurut dia, akan diberikan ke kepala Desa Sade untuk kemudian digunakan bagi keperluan seluruh anggota Suku Sasak di Desa Sade.
Meski pernikahan anggota Suku Sasak dilakukan secara adat, tali pernikahan pasangan suami dan istri tetap dilakukan sesuai tata cara keagamaan.
Dimin mengatakan, Suku Sasak di Desa Sade mayoritas menganut agama Islam, sehingga pernikahan sepasang suami dan istri akan disahkan melalui ijab kabul di masjid yang berada di dalam Desa Sade. Uang mahar yang diberikan sebesar Rp 20 ribu.
Setelah disahkan, Dimin mengatakan pernikahan akan berlangsung di balai pertemuan yang mereka namakan berugak. Dalam pesta tersebut, keluarga dari pihak pria akan menyembelih dua ekor kerbau untuk dinikmati para tamu yang hadir dalam pesta pernikahan.
Uniknya, Dimin mengatakan penduduk Desa Sade sejauh ini belum pernah ada yang melangsungkan pernikahan dengan orang di luar Desa Sade.
Para pasangan suami istri dari desa yang dihuni sekitar 700 orang ini, masih memiliki hubungan sepupu satu sama lain. Setelah menikah, pasangan pengantin baru biasanya akan membangun sendiri rumah kecil mereka, yang dinamakan Bale Kodong kecil.
Setelah menjalin pernikahan cukup lama, secara bertahap pengantin baru bisa pindah dan membangun rumah baru yang cukup besar yang biasa disebut dengan Bale Tani oleh Suku Sasak.
"Bale kodong kecil biasanya ditempati oleh nenek dan didirikan di dekat rumah anaknya, atau oleh pasangan pengantin baru. Kami membangun rumah bersama-sama, gotong-royong," jelas Dimin.(republika.co.id)